Upacara Adat Ceprotan Pacitan

Open Access Now 2020-01-16

Ilmunik.com – Perayaan tradisional Sibutran yang telah menjadi tradisi di komunitas Pacitan, terutama di Desa Sekar, di kabupaten Donorojo, selalu diadakan setiap tahun di Longkang, Senin Kliwon. Acara ini bertujuan untuk memperingati leluhur Desa Saqr, Dewi Sikartage dan Banji Asmurupangun, melalui kegiatan pembersihan desa.

Diyakini bahwa upacara ini mampu menjauhkan desa dari bala bantuan dan memfasilitasi kegiatan pertanian yang merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk. Situs Konser Ceprotan terletak di Desa Sekar, di Distrik Donorojo, di Kota Pacitan, dan jarak ke pusat kota adalah sekitar 40 km.

1. Kronologis

Upacara tradisional ini dimulai dengan mengupas kelapa muda yang digunakan sebagai alat “ceprotan” ke tempat upacara, yang biasanya dalam bentuk medan. Kelapa ini ditempatkan di keranjang bambu dengan kain tenun dan dibawa oleh pemuda setempat.

Sebelum memulai program, para penatua membaca doa. Upacara dilanjutkan dengan pertunjukan balet yang mengatakan pada pertemuan antara Ki Hakim dan Dewi Sikartaji. Kemudian para pemuda ini berpisah menjadi dua kubu, yang mereka tempatkan di satu sama lain.

Keranjang berisi kelapa kecil yang ternoda dan direndam dalam kulit selama beberapa hari sampai cangkangnya melunak, diletakkan di depan setiap anggota kamp yang berbaris dengan dudukan menghadap ke kamp yang berlawanan.

Di antara kedua kamp, ​​jarak beberapa meter diberikan sehingga mereka tidak saling berhadapan secara langsung dan ayam panggang ditempatkan di antara mereka.

Setelah semuanya siap, anggota dari kedua kubu mulai melemparkan kelapa kecil di depan satu sama lain. Setiap orang yang dipukul dengan melempar kelapa yang dilemparkan ke arah mereka rusak dan tubuhnya direndam dalam air sebagai orang yang nantinya akan mendapatkan kekayaan berlimpah.

Ayam bakar yang diletakkan di tengah ring tidak ditantang tetapi dimakan bersama di akhir acara. Setelah semua kelapa hilang, kegiatan melempar kelapa di sisi lain, yang disebut ceprotan, berakhir dengan pembacaan doa.

Kemudian, di festival budaya yang diadakan setiap tahun untuk menyambut kenangan tentang Kabupaten Pacitan, pada akhir acara ceprotan ini ia juga menampilkan tarian pendek yang menyertai kepergian anak muda yang melakukan ceprotan.

2. Peralatan dan Makna Simbolik

Tarian balet yang ditampilkan di awal acara tentang pertemuan antara Ki Hakim dan Dewi Sikartaji. Menurut kepercayaan orang-orang Donorogo, Ki Godeng adalah orang pertama yang membuka atau menyebut istilah “peradaban” sebuah wilayah yang semula liar.

Ki Godeng adalah nama lain untuk Bunji Asmorobangun, seorang yang kuat dari wilayah Kediri. Karena ketekunan dan pengalaman Ki Godeg, area tanah yang sebelumnya liar dikonversi menjadi lahan pertanian.

Pada suatu kesempatan ia bertemu dua wanita yang sedang bepergian. Para wanita itu sebenarnya adalah dewa manik, Dewi Sukunadi dan Dewi Sikartaji. Mereka beristirahat di tanah yang diperbudak oleh Ki Godeng. Salah satu dewa, Dewey Secartage, merasa haus. Merasa menyesal, Ki Godeg menawarkan diri untuk mencari minuman untuk sang dewi.

Kemudian Dewey Secartage meminta sedikit air kelapa untuk mengobati rasa hausnya. Sayangnya, tidak ada pohon kelapa di daerah tersebut.

Namun, untuk memenuhi permintaan Dewi Sekartaji, Ki Godeg matekkaji melakukan atau menggunakan ilmunya untuk memasuki Bumi untuk menemukan kelapa kecil itu cukup jauh.

Tempat di mana Hakim Kunci masuk menjadi sumber, lalu tempat ia meninggalkan tanah, dan itu juga menjadi sumber di Distrik Wirati, Calac County. Musim semi disebut Kedung Tiemo. Setelah menemukan pohon kelapa, dia memanjat Ki Godeg dan mengambil kelapa kecilnya, lalu kembali ke tempat semula dimana Dewi Sekartaji menunggunya.

Dia turun dari tanah ketika kembali dan menjadi mata air juga. Dewey Secartage, yang haus, segera minum air dari kelapa kecil yang dibawa Ki Judig.

Sisa air kelapa kecil yang belum selesai, Dewey Secartage, dikeringkan di tempat sang dewi berdiri. Air kelapa yang langsung menyentuh tanah menjadi sumber air, yang sampai sekarang dikenal sebagai sumber Sekar.

Kemudian Dewey Secartagi menasehati Kodig, jika suatu hari tempat itu menjadi pemukiman, ia akan menyebutnya desa Sikar. Bagi kaum muda yang ingin diberkati dalam mencari makanan dan pakaian, mereka diminta untuk menggunakan cengkir yang merupakan kelapa kecil di Indonesia. Hari kecelakaan itu adalah Senin Kliwon di bulan Longkang atau Dulqaidah.

Kelapa muda yang digunakan sebagai alat utama dalam pesta ini adalah kepalan tangan yang digunakan Dewey Secartage dalam legenda di atas. Arti simbolis cengkir ini terletak pada perluasan cengkir menurut bahasa Jawa, yaitu ceng-cenge.

Karena itu, merujuk pada pesan Dewey Secartage bahwa bagi kaum muda yang ingin mendapatkan berkah untuk menemukan makanan dan pakaian, mereka diminta untuk menggunakan sembelit atau berpikir untuk berpikir dan ini berarti mengandalkan kekuatan atau pikiran mereka untuk berpikir.

Kemudian mengenai saling melempar kelapa kecil satu sama lain, saling membantu dalam menemukan rezeki memenuhi kebutuhan hidupnya. Ayam bakar penuh (ingkung) di tengah pesta melambangkan kekayaan yang harus dicari atau dicari orang-orang muda.

3. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Upacara Adat Ceprotan

Selain nilai-nilai budaya dan sejarah, perayaan tradisional Ceprotan dimuat serta mitos yang mendasari nilai-nilai lain yang harus kita periksa dan terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Yang pertama adalah kegigihan dari bungee asmurupangon, juga dikenal sebagai ki judig, dalam upayanya untuk membuka dan membangun daerah di Pakitan, yang sekarang dikenal sebagai Desa Sikar, Kabupaten Donorogo, untuk menjadi daerah pertanian.

Daerah ini sebenarnya merupakan daerah tandus mengingat kandungan kapur di tanah sangat tinggi. Namun wilayah tersebut sekarang menjadi salah satu penghasil beras dan kelapa yang cukup diperhitungkan di Kabupaten Pacitan.

Kedua, sehubungan dengan kebaikannya, dia telah membantu mereka yang hidup dalam kesusahan, dan dalam mitos ini, Dewey Secartage, dan pengorbanan yang dia lakukan.

Kemudian berkenaan dengan pesan yang dikirim Dewey Secartagi kepada generasi muda, yang mengandalkan pikirannya untuk mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pesan ini sangat penting bagi kita untuk maju dalam kehidupan kita hari ini.

Generasi muda harus memberikan ilmu dan pengetahuan untuk mencapai kesejahteraan bagi diri mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka.

Nilai lain yang dapat diperoleh dari kegiatan ini berkaitan dengan lingkungan di tengah cincin. Engkong ini tampaknya benar-benar menjadi pusat partai Ceprotan karena melambangkan rezeki yang diinginkan. Namun lingkungan tidak dalam perselisihan.

Ini menunjukkan bahwa kita benar-benar harus berusaha mencapai secara optimal apa yang kita inginkan tetapi tidak melanggar hak dan kepentingan orang lain.

Berdoa di awal dan akhir upacara juga memiliki nilai tersendiri, jadi kita harus memulai dan menyelesaikan semua upaya kita dengan doa. Dengan doa yang melambangkan harapan dan penyerahan kita kepada Sang Pencipta, kita harus percaya bahwa jika upaya kita dimaksimalkan, Tuhan akan merespons dengan hasil yang memuaskan.

4. Prospek Nilai dalam Kehidupan Nasional

Kurator di pesta tradisional Ceprotan tentu memiliki prospek dalam kehidupan berbangsa. Yang pertama adalah masalah kepercayaan kita pada Tuhan. Kegiatan doa pada awal dan akhir upacara melambangkan harapan dan penyerahan kita kepada Sang Pencipta, dan mengingatkan kita bahwa kita harus memulai dan mengakhiri semua upaya kita dengan doa.

Disadari atau tidak, orang Indonesia yang terpengaruh oleh globalisasi dan tekanan kehidupan yang meningkat, terutama di bidang ekonomi, sering menjadi semakin sekuler. Mereka berjuang untuk mengejar tujuan mereka, tetapi mereka lupa untuk berdoa meminta bantuan, rahmat, dan berkat dari Tuhan Alam.

Ketika mereka mendapatkan apa yang mereka cari, mereka lupa berterima kasih kepada kekuatan tak kasat mata yang memandu dan memfasilitasi jalan mereka dalam mencapai ini. Sedangkan jika mereka gagal, orang-orang ini akan mengeluh tentang Tuhan.

Mereka telah membalikkan kekecewaan mereka dan berusaha menyembunyikan kegagalan yang telah mereka ciptakan sendiri dengan menyalahkan sang pencipta.

Terlebih lagi, mengenai sikap menguntungkan yang saat ini tampaknya menghilang di negara Indonesia dengan hilangnya poin Pancasila dari lima prinsip resmi dan pembatalan pembelajaran dari poin Pancasila dalam kurikulum resmi siswa.

Tampaknya orang-orang yang merupakan komponen bangsa ini lebih memilih untuk saling menuduh kerusakan dan kesulitan di berbagai sektor yang diderita negara. Jika posisi gotong royong jarang terjadi, apalagi pengorbanan yang dibutuhkan untuk membuat bangsa ini menjadi tempat yang lebih baik. Sekarang ini seperti dongeng atau mimpi.

Kemudian esensi upacara berputar di sekitar cengkir atau klan pemikiran. Bangsa ini perlu otak yang siap untuk memikirkan banyak hal untuk mencapai solusi konkret untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik.

Orang muda yang menjadi fokus utama harus mengarahkan sains secara efektif, tidak hanya ke formalitas, nilai, atau merencanakan masa depan mereka sebagai karyawan.