Putin Bikin Rubel Rusia Menguat dari Zero to Hero

NADPost Indonesia 2022-07-01

Semester 1 2022 baru saja berakhir, di pasar mata uang terjadi kejutan yang luar biasa. Selain pengetatan moneter yang dilakukan bank sentral, perang Rusia-Ukraina menjadi penggerak utama.

Sanksi yang diberikan Amerika Serikat (AS) dan Sekutu membuat kurs rubel jeblok lebih dari 100% melawan dolar AS ke rekor terlemah sepanjang sejarah RUB 150/US$ pada awal Maret lalu.

Namun tidak berlangsung lama, hanya dalam tempo 2 bulan rubel berbalik menguat dan menjadi mata uang terbaik di dunia hingga semester I berakhir. From zero to hero!

Rubel mengakhiri perdagangan Kamis (30/6/2022) di RUB 52,5/US$, selama semester I-2022 penguatannya tercatat lebih dari 40% dan berada di level terkuat dalam 7 tahun terakhir.

Rubel jauh meninggalkan real Brasil yang menjadi mata uang terbaik kedua dengan penguatan sebesar 7,5%. Melengkapi 3 besar ada peso Meksiko yang menguat 1,8%.

Hanya 3 mata uang tersebut yang mampu menguat melawan dolar AS di 6 bulan pertama tahun ini. Fakta tersebut menunjukkan betapa kuatnya dolar AS sebab bank sentralnya (The Fed) agresif dalam menaikkan suku bunga.

The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell sudah 3 kali menaikkan suku bunga. Pada bukan lalu kenaikannya bahkan sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% – 1,75%. Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar sejak 1994, dan masih akan dilakukan lagi di semester II-2022.

Di akhir tahun, The Fed memproyeksikan suku bunga berada di kisaran 3,25% – 3,5%.

Alhasil, mata uang lainnya rontok. Lira Turki menjadi yang terburuk dengan pelemahan nyaris 20%. Rupiah juga mengalami tekanan, tetapi posisinya masih cukup bagus dengan pelemahan sekitar 4%, bahkan menjadi salah satu mata uang terbaik di Asia.

Rubel mampu menjadi mata uang terbaik di dunia setelah berbagai kebijakan yang diambil Rusia.

Pasca jeblok tersebut, bank sentral Rusia (Central Bank of Russia/CBR) mengerek suku bunga menjadi 20% dari sebelumnya 9,5%. Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga menerapkan kebijakan capital control yang memberikan dampak yang besar terhadap penguatan rubel.

Kebijakan tersebut mewajibkan perusahaan Rusia mengkonversi 80% valuta asingnya menjadi rubel. Rusia juga meminta gas dan minyak yang diimpor oleh negara-negara Eropa dibayar menggunakan rubel.

Dua kebijakan tersebut, ditambah dengan surplus transaksi berjalan Rusia yang meroket akibat tingginya harga energi, membuat rubel berbalik menguat tajam dan menjadi mata uang terbaik di dunia.

Pada 4 bulan pertama tahun ini, surplus transaksi berjalan Rusia meroket menjadi 3 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 95,8 milar, dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 1994.

Tingginya surplus tersebut akibat melonjaknnya harga ekspor minyak dan gas Rusia, sementara impor mengalami penurunan yang signifikan.

International Energy Agency (IEA) mengatakan pendapatan ekspor minyak mentah Rusia melonjak 50% sejak awal tahun ini, diperkirakan nyaris US$ 20 miliar setiap bulannya.

Lonjakan tersebut bahkan dicapai meski Rusia mendiskon harga minyak Ural, selisih harga dengan minyak Brent kini semakin lebar. Berdasarkan data dari Staista, pada 31 Mei lalu rata-rata 5 hari harga minyak Ural lebih murah US$ 34,45 per barel.